Kerumitan dunia memang tak henti-henti mempermainkan kita ya sayang. Kita disibukkan dengan tetek mbengek perkara yang tidak akan pernah menemukan ujung pangkalnya. Dituntut bekerja seharian , dan bahkan terkadang sampai larut malam, hasilnya tidak akan tahan bahkan untuk menutup kebutuhan perbulannya. Dalam kondisi tertentu bahkan gaji kita sudah habis sebelum dibayarkan, la wong tagihan menunggu.
Hidup hanyalah perkara sawang-sinawang. Berpapasan dengan pengendara Toyota Rush sedang kita hanya pengguna sepeda motor keluaran 1 dasawarsa yang lalu. Melihat teman dengan kehidupan yang mapan, masih lagi pendidikannya terpenuhi sedangkan kita dipaksa menelan ludah pengharapan. Tentang KPR yang semakin hari semakin mahal. Sedang disekitar kita banyak prang yang berumah megah. Atau melihat pacar orang dengan rambut pirang, putih, bohai, tinggi semampai, lincah seperti kuda jingkrak. Ya, namanya juga sawang-sinawang. Pasti kita lenih banyak membandingkan diri dengan mereka yang memiliki lebih. Dan terlalu jarang melihat mereka yang di bawah sehingga ada rasa ucap terima kasih atas yang sedang kita genggam.
Pepatah Jawa memberi kita rambu agar "nrimo lan syukur ing kahanan". Mensyukuri apa yang dimiliki, namun dengan tetap berusaha menggapai apa yang belum terlaksana.
Bagi saya pribadi perilaku syukur adalah hal terumit yang alangkah susahnya untuk benar-benar dirasakan. Jangan mengamakan syukur dengan hanya mengucap hamdallah. Sama sekali tidak mewakili. Mulut terlalu mudah untuk mengucap, bahkan tentang apa saja yang tidak ketahui sekalipun. Maka setidaknya ucapan rasa terimakasih saja. Satu hal yang mungkin lebih rendah derajatnya dibanding ungkapan syukur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar