Sabtu, 13 Desember 2014

Aku Lala Padamu,



Negeriku,
Tempat di mana kejujuran menjadi barang yang dipertanyakan
Orang jujur mendapat tepuk tangan
Mereka yang tukang tilep jadi pemandangan
Di negeriku keadilan hanya sampai di ranah perbincangan
Di negeriku kesejahteraan sudah jadi barang langka
Kalian mungkin akan menjadi orang tersesat untuk mencari alamat yang namanya sejahtera
Di negeriku makhluk yang bernama ramah diganti dengan marah
Di negeriku senyum makin lama makin aneh rasanya

Sepenggal kata-kata aneh di atas rasanya menjadi wakil dari keanehan yang dialami negeriku. Negeri yang dulu sangat terkenal dengan negeri bawah angin. Dengan nama Nusantara. Nusantara menghampar dari ujung Papua sampai Laos dan Pattani di Thailan. Seperti gadis yang baru mekar mekarnya. Nusantara mempesona dengan kemolekan tubuhnya. Organ-organ tubuhnya mulai membentuk karena hormonenya yang merangsang kemolekan. Bentuk tubuhnya yang bahenol telah membuat para jejaka atas angin kepincut. Mereka berlomba-lomba saling adu cepat, adu intrik, adu jurus untuk menaklukkan si gadis.
Nusantara dengan budaya ketimuran. Sebagai negeri dengan identitas lahiriah yang ramah, murah senyum, rak tegelan, pekewohan, dan tawaddu’an. Kita bukan Negeri yang saling mencurigai antar sesame. Kita bukan Negeri yang suka ngambil yang bukan hak kita. Kita bukan negeri yang serakang ingin menguasai yan bukan milik sendiri. Namun kini semua telah berubah. Atas nama kemajuan semua harus berubah. Bahkan yang sudah baikpun harus dirubah meskipun dengan yang lebih buruk. Berbagai problematika mengganyang negeriku, Negeri elok yang amat kucinta.
Hari ini 9 Desember yang ditetapkan sebagai Peringatan Hari Antikorupsi seDunia. Aku pun tidak ingin menjadi warga yang apatis. Kebetulan tahun ini peringatan Hari Antikorupsi diselenggarakan di Djogja. Karena tempat korupsi tidak hanya di Jakarta, maka perlu untuk memperluas ranah sosialisasi yang menyeluruh. Agar semua pihak mengerti dan yang paling penting adalah sadar akan hal-hal yang berpotensi menjadi ranah korupsi.
Negeriku telah layu, seperti gadis yang menua tidak pada saatnya. Ia menjadi lesu dalam kebisuannya. Tikus-tikus itu menggerogoti dagingnya. Yang berpengaruh pada psikis. Kini telah merubah karakter lahiriah yang diberikan oleh Tuhan yang mengistmewakannya. Ah, negeriku negeriku...! mengapa pula kau begitu ramah. Bersedia menampung mereka-mereka yang merusakmu. Memelihara mereka-mereka yang suka menyengsarakan orang lain. Kau teramat baik, tapi kini jadi kelewatan. Lebih baik aku memakimu, karena aku tahu kau hanya akan diam saja. Tidak, tak pantas aku menyalahkan aparat Negara semacam polisi, kejaksaan, dan lembaga hukum lainnya. Karena mereka tidak sepertimu Indonesiaku.
Dalam acara peringatan kali ini tema yang diusung dalam diskusi hari pertama “Saya, Perempuan Antikorupsi”. KPK kini melirik perempuan sebagai komunitas yang dianggap potensial untuk menangkal terjadinya korupsi di kalangan keuarga. Perempaun sebagai seorang ibu yang sudah begitu banyak aktifitas dan tanggung jawab. Kini ditambahi tanggungjawab sebagai pengawas serta pencegah terjadinya korupsi. Ibu adalah pendidik bagi anak-anaknya. Melindungi anak dari kebiasaan berbohong, mencontek saat di sekolah.
Namun keputusan KPK untuk mengajak perempuan menjadi partner bukan karena hal itu semata. Tetapi korupsi yan merupakan tindakan jahat telah distikmakan pada perbuatan yang dilakukan oleh seorang lelaki. Dan akhir-akhir ini korupsi telah menjangkiti perempuan. Beberapa perempuan telah menjadi tersangka kasus korupsi, semisal Angelina Sondakh, Ratu Atut, dan beberapa yang tidak terlalu popular namanya. Dan yang lebih sering adalah sebagai pemicu serta tempat pelemparan uang hasil korup.
Sungguh aku kesulitan untuk menjelaskan negeriku masa kini. Negeri yang kucintai kini telah banyak berubah. Dan itu terlampau rumit bagi sang pencinta untuk menguak penyakit yang diderita kekasihnya pada khalayak umum. Pahamilah aku sebagai sang pencinta. Cukup sekian, kalian pasti tahu apa maksud isi hatiku.

Dolanan Uteg




Sepertinya akan ada semacam phobia masyarakat terhadap partai politik. Di mana rakyat tidak lagi menaruh simpati dan kepercayaan kepada otoritas kepartaian. Indikasi untuk itu sudah mulai terlihat. Kini kita tinggal menunggu kapan sistem demokrasi multi-partai akan menemui masa kadaluarsanya. Ia akan menjemput ajalnya, karena tidak lagi dianggap hebat sebagai jembatan atas problematika yang dihadapi manusia dewasa ini. Hal ini adalah konsekuensi, sistem ini akan kehilangan pendukungnya. Jika sudah demikian maka berakhirlah suatu sistem, mode, gaya, atau apapun itu. Eksisnya sesuatu karena ada pendukungnya. Jika sudah kehilangan pendukung, maka detik-detik ajal telah mendatanginya.
Seperti halnya produk apapun dalam kehidupan manusia. Model baju misalnya, terjadi perkembangan, peralihan model-model atas kreasi manusia karena kebosanan pada bentuk yang sama. Tapi ketika sudah mentok, tidak lagi ada inovasi lain, maka akan kembali ke model lama dengan sedikit modifikasi. Dan yang terjadi akhirnya adalah bongkar pasang yang merupakan pengulangan-pengulangan dari yang lampau.
Sistem demokrasi muncul sebagai hasil dari perkembangan pemikiran. Sebuah kritik atas sistem lama yang dianggap tidak lagi baik. Oleh sebab itu butuh sistem baru untuk menggantikan sistem lama yang telah usang dan penuh kebobrokan. Dan semua itu tak lagi bisa dibiarkan atas nama kemajuan yang musti dicari jalannya. Kemajuan yang harus diciptakan sendiri oleh manusia dengan perkembangan zamannya.
Sistem yang telah puluhan abad menemani dinamika peradaban manusia adalah sistem kerajaan dengan model monarki absolute. Dimana tampuk kekuasaan dipegang oleh seorang individu yang bernama raja. Raja adalah penguasa atas wilayahnya. Ia juga penguasa atas rakyat yang ada di wilayah kekuasaannya. Ia tidak hanya sebagai pemimpin tetapi merupakan pemilik atas sebuah teritorial tertentu dan pemilik jutaan nyawa penduduknya. Hukum yang ada merupakan hukum milik sang raja. Yang dibuat sendiri oleh raja dan hanya berlaku pada rakyatnya. Hukum tidak akan berlaku bagi si pembuatnya. Raja mengambil posisi Tuhan sang pencipta di muka bumi. Ia menggantikan kekuasaan absolute Tuhan di dunia. Dan ia hanya bertanggung jawab pada Tuhan sebagai atasannya. Tidak pada rakyat yang dipimpinnya sebagai sebuah amanat. Bahkan benerapa di antara mereka menganggap dirinya sebagai Tuhan yang patut disembah. Namun terdapat beberapa raja kecil yang bernaung di bawah penguasa yang lebih kuat dan agung. Yaitu raja-raja lokal yang wilayahnya ditaklukkan oleh penguasa lain. Dalam perjalanan sejarah manusia yang telah berjalan puluhan abad ini, telah ratusan kerajaan yang pernah lahir dan berkuasa.
Demokrasi sebagai sebuah gagasan baru, muncul pada pertengahan abab 18 di Prancis. Meskipun benih-benih pikirannya telah lahir sejak sekitar abad 16. Butuh waktu yang cukup lama bagi sistem ini untuk mendapatkan dukungan dan pengikut. Demokrasi adalah sebuah kreasi, kritik, dan pertentangan terhadap sistem monarki yang telah buruk. kebijakan negara dan nasib rakyat ditentukan oleh segelintir orang yang tidak mewakili aspirasi kebanyakan orang. Kesadaran atas adanya hak-hak individu yang tidak boleh dinodai apalagi direbut dan dirampas oleh penguasa. Sistem kerajaan menitahkan kekuasaan di tangan sebuah keluarga yang akan terus dikuasai turun temurun, kecuali dengan adanya sebuah penaklukan atau perpecahan yang menybabkan keruntuhan. Hal ini menjadikan mustahil bagi rakyat untuk ikut menduduki sebuah posisi penting dalam pemangku kebijakan. Mereka yang dianggap menentang harus siap-siap untuk disingkirkan.
Sifat otoritatif kerajaan sangat merugikan  rakyat jelata. Mereka dibebani pajak yang sangat besar untuk menyokong beban kerajaan yang sama sekali tidak memberi keuntungan baginya. Yang tertindas akan semakin tertindang, dan yang berkuasa akan semakin melambungkan kekuasaannya. Hanya ada satu cara untuk menggantikan posisi keluarga raja, yaitu menggulingkannya. Sebuah peristiwa yang membutuhkan keajaiban untuk terlaksana. Butuh campur tangan Tuhan secara langsung. Peristiwa ini hanya terjadi dalam segelintir cerita yaitu kudeta rakyat kecil atas seorang raja. Salah satunya seperti yang dilakukan leh Ken Arok terhadap kekuatan Tunggul Ametung. Kudeta itu dapat dilakukan oleh Ken Arok karena bantuan para Brahmana yang telah membelot dari istana. Serta pegkhianatan sang permaisuri, Ken Dedes.
Sistem otoriter yang telah mengakar dalam sejarah itulah yang memicu para ahli pikir untuk melontarkan wacananya ke khalayak umum sebagai kritik. Apa yang dilakukan para juru pikir ini tidak berjalan mulus meski rakyat sudah menyatakan ketidaksukaannya pada kerajaan. Mereka masih tertekan ketakutan untuk mendukung ideologi baru tersebut. Takut diangkap sebagai pihak yang melawan kerajaan yang pasti berakibat buruk bagi dirinya. Kerajaan akan sangat mudah menghabisi mereka dengan dalih pengkhianatan.
Namun lambat laun sisten demokrasi sebagai sebuah ideology baru mendapatkan simpati dari banyak pengikut. Ketidakpuasan rakyat pada raja menjadi pemicu utamanya. Semakin lama mereka semakin besar jumahnya, dan kini tak lagi takut-takut untuk mendukung ideology baru itu. Prancis menjadi Negara yang pertama kali menggunakan sistem demokrasi sebagai sistem resmi negara republik menggantikan sistem kerajaan yang telah berabad-abad berkuasa. Peristiwa pengulingan kerajaan itu terkenal dengan sebutan “Revolusi Industri”. Revolusi yang dipicu oleh kaum buruh dan rakyat kecil tertindas. Peristiwa ini telah menelan ribuan korban. Nyawa-nyawa tidak berdosa telah melayan sia-sia. Hingga kemudian apa yang dilakukan rakyat Prancis ditiru oleh Negara-negara di belahan Eropa, Amerika, dan merambah ke Asia.
Sekarang, 2014 ini. sebagian besar Negara di dunia ini telah menggunakan demokrasi sebagai sistem resmi Negara. Entah dengan model seperti apa yang tentu berbeda-beda. Ada yang demokrasi parlementer, presidensial, sekuler, atau apapuun itu. Hanya beberapa Negara yang masih menggunakan sistem kerajaan dengan monarki absolutenya. Kondisi ini sepertinya hanya menunggu waktu saja. Tidak lama lagi semua Negara akan beralih menjadi Negara demokrasi. Indikasi itu telah terlihat dengan apa yang terjani di Tunisia, Syiria, dan negar-negar di Timur Tengah lainnya. Mereka sedang mencari bentuk baru terhadap Negara mereka.
Prediksi saya, sistem demokrasi akan menjadi sistem yang dianut oleh semua Negara di dunia. Kemudian menjadi sebuah tatanan yang benar-benar mapan. Ia akan hidup dengan kemapanannya berabad-abad seperti umur sistem monarki yang telah mendahuluinya. Tapi seperti halnya Monarki pula, demokrasi tidak akan menjadi sistem paten dalam sejarah politik yang menaungi kehidupan manusia. Akan ada Post-Demokrasi, atau kritik terhadap demokrasi. Meskipun untuk waktu sekarang ini demokrasi dipuja-puja sebagai sebuah sistem terbaik untuk dianut dan diterapkan. Tapi sistem baru akan muncul sebagai kritik terhadap demokrasi, entah sistem seperti apa aku belum bisa memprediksi.
Hal ini akan terjadi karena sistem demokrasi bukan tanpa celah, bukan tanpa kekurangan. Nantinya akan ditemukan titik-titik dimana demokrasi tidak mampu memberi solusi terhadap beberapa persoalan. Sistem ini bukanlah sistem yang sempurna yang bisa menampung dan menyelesaikan semua permasalahn dalam kehidupan manusia. hanya saja sekarang ini kita masih dibutakan oleh kekaguman kita yang berlebih terhadapnya dan kebencian yang teramat besar pada monarki.
Seperti orang yang kena cinta buta yang hanya melihat keindahan-keindahannya saja tanpa mau membuka diri dengan kritik-kritik terhadap orang yang dicintai. Untungnya aku tidak begitu. Aku mencintaimu dengan kritik yang kusampaikan, meski terkadang kamu tidak sadar bahwa aku sedang mengkritisimu gadisku. Karena aku memang memilih jalan itu dalam menyampaikan. Yang terpenting adalah efek dari kritikan itu, bukan rasa shok yang justru menimbulkan rasa tersinggung.
Bentuk kritik terhadap sistem demokrasi dapat berupa gagasan sistem baru atau kembali ke sistem lama (kerajaan/monarki) dengan perbaikan, atau memodifikasi demokrasi menjadi bentuk yang lain. Bukan tanpa alasan, karena tidak semua kerajaan dengan monarki absolutnya buruk dalam kepemimpinan. Masih tergantung pada factor lain, yaitu siapa pribadi raja yang memakai mahkota. Banyak kerajaan yang memberi kemajuan, kemakmuran, dan disenangi oleh rakyatnya. Kita lihat saja nanti bagaimana sistem demokrasi ini berjalan. Sanggup berapa abad umurnya sebagai sebuah tatanan yang mapan. Jika umur tidak sampai, biar cucu-cucu kita yang membuktikan prediksi ngawur ini.
selamat malam.

Minggu, 07 Desember 2014

Stikma Korban Tidak Menyenangkan




Cerita ini bermula ketika siang hari sehabis sholat Jum’at. Santai-santai setelah jum’atan memang memiliki keasikan yang berbeda. Temanku (Yohan) sedag nonton film Herkules di leptopnya. Aku ikut nimbrung sebagai teman sekamar. Nonton tambah asik dengan mulai turun hujan, ya ini akhir November. Sudah semestinya hujan turun setiap hari. Da memang setiap siang tiba hujan terus mengguyur kota ini. hujan pula yang membuat rencana ke perpustakaan untuk mencari data tambahan tugas akhirku gagal. Yohan pun terbawa aroma air yang mengantarkannya pada kenyenyakan sleeping beauty. Aku menyelesaikan film itu sendirian. Memang lumayan hoby nonton film. Meski belum bisa dikata sebagai penggemar film.
Film selesai, hujan masih terus berjatuhan mesti sebentar reda sebentar turun lagi. Nampaknya hujan pun butuh watu jeda untuk memberi irama keindahan. Aku sedidit gamang dengan hari-hariku terakhir ini. selain mengerjakan tugas akhir yang tak kunjung di acc tak ada yang kukerjakan. Mulai muncul kejenuhan. Aku tak suka nganggur. Bukan karena sering mengutip “ bergerak tanda hidup”. Tapi ada benarnya juga kata-kata filosof itu.
Dalam suasana yang sebetulnya sangat syahdu dengan hujan yang terus turun. Memberi angin yang semilir yang membangunkan hasrat untuk tetap menikmati hidup yang belum lagi jelas bagaimana nantinya. Ah, andai saja kau di sini Gadisku! Banyak yang ingin kuceritakan padamu. Yang aku ingin kau mendengarnya. Sebagai konsekuensi atas kerinduanku pada waktu yang tak kunjung menampakkan kuncupnya.
Clingak-clinguk mataku mengelilingi sudut kamar ukuran 3x3m ini. Mataku lumayan masih bagus meski divonis dokter akan kebutaan jika tak melakukan operasi bedah mata beberapa bulan lalu. Pandanganku terhenti di rak buku yang tak banyak isinya. Iya, ada buku yang baru kupinjam kemarin dari perpustakaan kambus. Belum kusentuh sama sekali. Buku tentang peristiwa ‘65. Segera kuraih buku itu. Sepertinya enak membaca sambil memandangi hujan yang sengaja dikirimkan Tuhan untuk menyembungikan airmata yang jatuh dari mata para perindu. Air mata, cocok pula dnegan judul buku yang kupegang kali ini “Menyeberangi Sungai Air Mata Kisah Tragis Tapol ’65.
Sejarah ’65 tak habis-habisnya diperbincangkan. Sudah terbit ratusan buku dalam bentuk sastra, karya ilmiah, hasil research yang membahas peristiwa pelik ini. ratusan artikel memenuhi majalah-majalah dan berbagai jurnal. Ribuan bait puisi para sastrawan, serta banyak adegan teater dan film yang mengkisahkan peristiwa ini. kisah ini memang memiliki banyak sisi yang kesemuanya penuh dengan inspirasi. Mohon maaf, bukan maksud menyinggung para korban dengan menempatkan peristiwa tragis sebagai sumber inspirasi. Tapi begitulah kenyataannya.
Apa yang dilakukan Antonius Sumarman bersama kawan-kawanya perlu diapresiasi. Mereka membentuk kelompok dengan kerja mencari informan yang dapat digali informasinya. Yang dituju adalah para korban ’65, yaitu para mantan Tapol. Karya akan menjadi saksi sebuah tragedi. Tapi apa daya jika sebuah karya dilarang rezim. selepas runtuhnya orde baru, seakan menjadi momentum bagi para akademisi yang terpasung. Mereka yang tidak adapat dengan leluasa mengeluarkan pikirannya dalam memandang G 30/S layaknya orang yang kena mules, ngampet kotoran dalam perutnya karena tidak ada saptitank.
Kini dengan mulai leluasanya medan membuat mereka benar-benar memanfaakan dengan rasa dendam yang membara, bukan dendam untuk membalas. Hanya rasa dendam untuk bicara. Bukankah bicara adalah hak individu yang paling dasar. Jika bicara saja tidak mendapatkan kemerdekaan, maka itu sama artinya dengan membunuh seorang pribadi. Ia seperti halnya mayat, mayat hidup. Bicara tentu mempunyai banyak media, tergantung pada siapa yang menjadi pelakunya. Penulis akan bicara dengan tulisannya. Sastrawan akan bicara melalui karya-karyanya. Penyair akan berkoar dengan puisi-puisi dramatiknya. Pemain teater akan berbicara dengan dengan teatrikal yang dimainkan. Pelukis menyampaikan ucapannya lewat lukisan yang ia buat. Dan penari akan melenggak-lenggokkan keindahan tubuhnya untuk menyampaiakan sesuatu.

Edisi serba Romantis. #Minuman Paling Romanis: Teh atau Kopi?





Dalam kebusunganku melawan kejenuhan yang sesekali hinggap. Terpikir disela-sela menyaksikan Coffe Story. Salah satu acara di Kompas TV. Akhir-akhir ini aku memang lebih sering dan senang memandengi Kompas TV jika sedang tidak ada kegiatan. Alasannya hanya Kompas TV yang kuanggap punya acara berbobot dan bernilai edukasi. Acara TV sekarang memang tidak lebih dari setumpukan sampah yang disodorkan kapada pemirsanya yang masih terlalu naïf untuk dibilang berpendidikan. Sepanjang hari kita disuguhi pembodohan informasi. Berita-berita pun hanya berisi berita peristiwa yang parallel. Itu-itu saja. Berita peristiwa seperti muncul musiman. Jika sedang ada tabrakan beruntun maka puluhan kasus yang sama akan kita saksikan berminggu-minggu. Penipuan terjadi di satu daerah, itu akan menjadi pemandangan yang tak kunjung usai dengan tema yang sama berminggu-mingu pula.
Lihat saja fenomena terakhir tentang miras oplosan, jatuh korban puluhan orang yang pesta miras oplosan di Sumedang. Hari berikutnya ada berita yang sama terjadi di Jakarta dengan korban yang sampai ratusan orang. Peristiwa ini sepreti sengaja dibuat dengan menciptakan musimnya oplosan. Sesuai dengan lagu yang baru ngehits akhir-akhir ini. Dan yang terbaru adalah tertangkapnya pelaku penyiksaan PRT di Medan. Saya cerderung memiliki keyakinan kasus yang sama dengan lokasi yang berbeda akan ramai di televisi akan menyusul. Ini bukan tanpa alasan, lihat saja kasus korupsi kementerian, berapa menteri dan koleganya yang diberitakan secara beruntun. Kasus suap pun demikian. Pembunuhan berantai beberapa bulan yang lalu, pemerkosaan di angkot, penipuan berkedok agama, pemerasan di taksi. Yang terjadi, seperti jika ada yang melakukan suatu hal di tempat tertentu yang lain ingin menirukannya.
Jika demikian masihkah televise perlu disuguhkan sebagai hiburan pelepas lelah. Apalagi sebagai sumber informasi. Karena lebih banyak menyesatkan belaka. Berita politik terlebih tidak memberi pegetahuan yang benar untuk menjadikan pemirsanya melek politik. Lihat saja apa yang disiarkan di Metro TV dan TV One sebagai station TV yang banyak orang merujuk padanya tentang dinamika pilitik tanah air. Dengan kasus yang sama akan memiliki muka dan wajah yang sungguh lain. Yang satu menyembunyikan sesuatu yang mustinya diketahui umum. Yang satu secara berlebihan dalam menganalisis dan menyangkutkan sebuah kejadian dengan dimensi lainnya.
Kompas TV punya acara Coffe Story. Memang sudah sejak lama aku bercita-cita punya kebun kopi. Pantas saja itu memberiku sebuah tayangan yang kutunggu-tunggu. Lalu aku ingin bicara tentang minuman yang namanya kopi. Tapi ingin pula kusandingkan dengan segelas teh hangat yang juga melegenda.
Kopi dan Teh memiliki usia yang sama-sama tua dalam konstelasi sejarah minuman bagi penikmatnya. Both of them have the same character. Ya, keduanya sama-sama memikat para penikmatnya dengan cita rasa yang tidak akan pernah teruraikan oleh perkembangan zaman yang telah mengubah pola hidup serta pola piker manusia. tapi Kopi dan Teh tak pernah lekang oleh waktu. Seperti cintaku padanya, ha.
Kopi yang merupakan tanaman yang pertama kali ditemukan di Benua Afrika menjadi sebuah komoditi yang semakin memikat. Sejak pertama ditemukan dengan rasa yang tetap sama, pahit. Ia tidak kemudian dihindari. Benda hitam-pahit ini justru semacam sabu yang mampu membuat orang yang pernah mencobanya menjadi pecandu yang sulit meninggalkan.
Aku sering minum kopi, tapi belum bisa dikatakan sebagai penikmat kopi. Apalagi sampai menjadi penggemarnya. Seperti halnya merokok, akupun belum bisa membedakan mana yang kopi nikmat mana yang tidak. Hanya sekedar menempatkannya sebagai sebuah minuman yang asyik untuk menemani kumpul-kumpul bersama teman. Atau sebagai obat penunda ngantuk dikala ada kerjaan yang musti dilebur. Tapi kopi terlalu sering diidentikkan kebersamaannya dengan buku da bulpoin disamping cangkirnya. Selain ada sebatang rokok sebagai kawan lama. Kombinasi Kopi-Buku-Rokok telah menghasilkan banyak sastrawan, penyair, penulis, dan seniman. Pertemanan ketiganya pula yang telah melahirkan ideology-ideologi yang memuncak dengan terjadinya revolusi pengubah dunia.
Maka kini muncul pusat-pusat perkebunan kopi yang sungguh menawan. Di flores, Bali, Madiun, Jakarta, dan Jember. Bahkan di Jember didirikan Pusat Penelitian Kopi Dan Kakau terbesar di asia tenggara. Ini minuman bukan sekedar pengobat rasa haus. Berhektar-hektar kebun kopi dengan beraneka ragam jenis kopi hasil penelitian telah menghasilak ribuan ton tiap sekali panennya. Gila bukan?
Lalu bagaimana dengan Teh? Minuman yang sama tapi berbeda dengan usia yang sama tuanya. Kopi dihasilkan lewat pengolahan buahnya. Sedangkan Teh diproduksi dari daun mudanya. Tidak kalah dengan Kopi, Tehpun telah melegendaris sebagai komoditi yang mampu memikat penduduk dunia. jika kalian menyempatkan diri untuk traveling ke Temanggung dan wonosobo kalian akan menemui ratusan hektar kebun teh yang keindahannya jangan pernah hanya sekedar meminta penjelasan. Tapi kunjungi dan nikmati.
Teh biasanya menjadi suguhan resmi jika ada tamu. Secangkir teh manis buatan gadis desa. Ini tetap berlaku dibeberapa daerah. GunungKidul salah satunya. Siapapun ynag berkunjung ke daerah ini akan disuguhi teh tawar hanyat. Tradisi ini sudah sejak zaman kuno. Meskipun GunungKidul bukan daerah penghasil teh.
Tapi buatku, teh sangat cocok dijadikan teman untuk diminun di waktu senja di teras rumah. terlebih jika rumahnya di desa dengan ditemani istri melihat lalu-lintas petani pulang dari kebunnya. Sungguh itu hal perlu dipraktekkan. Teh juga tidak kalah menanariknya sebagai teman di kala membaca buku atau mengerjakan proyek tulisan.