Sabtu, 13 Desember 2014

Dolanan Uteg




Sepertinya akan ada semacam phobia masyarakat terhadap partai politik. Di mana rakyat tidak lagi menaruh simpati dan kepercayaan kepada otoritas kepartaian. Indikasi untuk itu sudah mulai terlihat. Kini kita tinggal menunggu kapan sistem demokrasi multi-partai akan menemui masa kadaluarsanya. Ia akan menjemput ajalnya, karena tidak lagi dianggap hebat sebagai jembatan atas problematika yang dihadapi manusia dewasa ini. Hal ini adalah konsekuensi, sistem ini akan kehilangan pendukungnya. Jika sudah demikian maka berakhirlah suatu sistem, mode, gaya, atau apapun itu. Eksisnya sesuatu karena ada pendukungnya. Jika sudah kehilangan pendukung, maka detik-detik ajal telah mendatanginya.
Seperti halnya produk apapun dalam kehidupan manusia. Model baju misalnya, terjadi perkembangan, peralihan model-model atas kreasi manusia karena kebosanan pada bentuk yang sama. Tapi ketika sudah mentok, tidak lagi ada inovasi lain, maka akan kembali ke model lama dengan sedikit modifikasi. Dan yang terjadi akhirnya adalah bongkar pasang yang merupakan pengulangan-pengulangan dari yang lampau.
Sistem demokrasi muncul sebagai hasil dari perkembangan pemikiran. Sebuah kritik atas sistem lama yang dianggap tidak lagi baik. Oleh sebab itu butuh sistem baru untuk menggantikan sistem lama yang telah usang dan penuh kebobrokan. Dan semua itu tak lagi bisa dibiarkan atas nama kemajuan yang musti dicari jalannya. Kemajuan yang harus diciptakan sendiri oleh manusia dengan perkembangan zamannya.
Sistem yang telah puluhan abad menemani dinamika peradaban manusia adalah sistem kerajaan dengan model monarki absolute. Dimana tampuk kekuasaan dipegang oleh seorang individu yang bernama raja. Raja adalah penguasa atas wilayahnya. Ia juga penguasa atas rakyat yang ada di wilayah kekuasaannya. Ia tidak hanya sebagai pemimpin tetapi merupakan pemilik atas sebuah teritorial tertentu dan pemilik jutaan nyawa penduduknya. Hukum yang ada merupakan hukum milik sang raja. Yang dibuat sendiri oleh raja dan hanya berlaku pada rakyatnya. Hukum tidak akan berlaku bagi si pembuatnya. Raja mengambil posisi Tuhan sang pencipta di muka bumi. Ia menggantikan kekuasaan absolute Tuhan di dunia. Dan ia hanya bertanggung jawab pada Tuhan sebagai atasannya. Tidak pada rakyat yang dipimpinnya sebagai sebuah amanat. Bahkan benerapa di antara mereka menganggap dirinya sebagai Tuhan yang patut disembah. Namun terdapat beberapa raja kecil yang bernaung di bawah penguasa yang lebih kuat dan agung. Yaitu raja-raja lokal yang wilayahnya ditaklukkan oleh penguasa lain. Dalam perjalanan sejarah manusia yang telah berjalan puluhan abad ini, telah ratusan kerajaan yang pernah lahir dan berkuasa.
Demokrasi sebagai sebuah gagasan baru, muncul pada pertengahan abab 18 di Prancis. Meskipun benih-benih pikirannya telah lahir sejak sekitar abad 16. Butuh waktu yang cukup lama bagi sistem ini untuk mendapatkan dukungan dan pengikut. Demokrasi adalah sebuah kreasi, kritik, dan pertentangan terhadap sistem monarki yang telah buruk. kebijakan negara dan nasib rakyat ditentukan oleh segelintir orang yang tidak mewakili aspirasi kebanyakan orang. Kesadaran atas adanya hak-hak individu yang tidak boleh dinodai apalagi direbut dan dirampas oleh penguasa. Sistem kerajaan menitahkan kekuasaan di tangan sebuah keluarga yang akan terus dikuasai turun temurun, kecuali dengan adanya sebuah penaklukan atau perpecahan yang menybabkan keruntuhan. Hal ini menjadikan mustahil bagi rakyat untuk ikut menduduki sebuah posisi penting dalam pemangku kebijakan. Mereka yang dianggap menentang harus siap-siap untuk disingkirkan.
Sifat otoritatif kerajaan sangat merugikan  rakyat jelata. Mereka dibebani pajak yang sangat besar untuk menyokong beban kerajaan yang sama sekali tidak memberi keuntungan baginya. Yang tertindas akan semakin tertindang, dan yang berkuasa akan semakin melambungkan kekuasaannya. Hanya ada satu cara untuk menggantikan posisi keluarga raja, yaitu menggulingkannya. Sebuah peristiwa yang membutuhkan keajaiban untuk terlaksana. Butuh campur tangan Tuhan secara langsung. Peristiwa ini hanya terjadi dalam segelintir cerita yaitu kudeta rakyat kecil atas seorang raja. Salah satunya seperti yang dilakukan leh Ken Arok terhadap kekuatan Tunggul Ametung. Kudeta itu dapat dilakukan oleh Ken Arok karena bantuan para Brahmana yang telah membelot dari istana. Serta pegkhianatan sang permaisuri, Ken Dedes.
Sistem otoriter yang telah mengakar dalam sejarah itulah yang memicu para ahli pikir untuk melontarkan wacananya ke khalayak umum sebagai kritik. Apa yang dilakukan para juru pikir ini tidak berjalan mulus meski rakyat sudah menyatakan ketidaksukaannya pada kerajaan. Mereka masih tertekan ketakutan untuk mendukung ideologi baru tersebut. Takut diangkap sebagai pihak yang melawan kerajaan yang pasti berakibat buruk bagi dirinya. Kerajaan akan sangat mudah menghabisi mereka dengan dalih pengkhianatan.
Namun lambat laun sisten demokrasi sebagai sebuah ideology baru mendapatkan simpati dari banyak pengikut. Ketidakpuasan rakyat pada raja menjadi pemicu utamanya. Semakin lama mereka semakin besar jumahnya, dan kini tak lagi takut-takut untuk mendukung ideology baru itu. Prancis menjadi Negara yang pertama kali menggunakan sistem demokrasi sebagai sistem resmi negara republik menggantikan sistem kerajaan yang telah berabad-abad berkuasa. Peristiwa pengulingan kerajaan itu terkenal dengan sebutan “Revolusi Industri”. Revolusi yang dipicu oleh kaum buruh dan rakyat kecil tertindas. Peristiwa ini telah menelan ribuan korban. Nyawa-nyawa tidak berdosa telah melayan sia-sia. Hingga kemudian apa yang dilakukan rakyat Prancis ditiru oleh Negara-negara di belahan Eropa, Amerika, dan merambah ke Asia.
Sekarang, 2014 ini. sebagian besar Negara di dunia ini telah menggunakan demokrasi sebagai sistem resmi Negara. Entah dengan model seperti apa yang tentu berbeda-beda. Ada yang demokrasi parlementer, presidensial, sekuler, atau apapuun itu. Hanya beberapa Negara yang masih menggunakan sistem kerajaan dengan monarki absolutenya. Kondisi ini sepertinya hanya menunggu waktu saja. Tidak lama lagi semua Negara akan beralih menjadi Negara demokrasi. Indikasi itu telah terlihat dengan apa yang terjani di Tunisia, Syiria, dan negar-negar di Timur Tengah lainnya. Mereka sedang mencari bentuk baru terhadap Negara mereka.
Prediksi saya, sistem demokrasi akan menjadi sistem yang dianut oleh semua Negara di dunia. Kemudian menjadi sebuah tatanan yang benar-benar mapan. Ia akan hidup dengan kemapanannya berabad-abad seperti umur sistem monarki yang telah mendahuluinya. Tapi seperti halnya Monarki pula, demokrasi tidak akan menjadi sistem paten dalam sejarah politik yang menaungi kehidupan manusia. Akan ada Post-Demokrasi, atau kritik terhadap demokrasi. Meskipun untuk waktu sekarang ini demokrasi dipuja-puja sebagai sebuah sistem terbaik untuk dianut dan diterapkan. Tapi sistem baru akan muncul sebagai kritik terhadap demokrasi, entah sistem seperti apa aku belum bisa memprediksi.
Hal ini akan terjadi karena sistem demokrasi bukan tanpa celah, bukan tanpa kekurangan. Nantinya akan ditemukan titik-titik dimana demokrasi tidak mampu memberi solusi terhadap beberapa persoalan. Sistem ini bukanlah sistem yang sempurna yang bisa menampung dan menyelesaikan semua permasalahn dalam kehidupan manusia. hanya saja sekarang ini kita masih dibutakan oleh kekaguman kita yang berlebih terhadapnya dan kebencian yang teramat besar pada monarki.
Seperti orang yang kena cinta buta yang hanya melihat keindahan-keindahannya saja tanpa mau membuka diri dengan kritik-kritik terhadap orang yang dicintai. Untungnya aku tidak begitu. Aku mencintaimu dengan kritik yang kusampaikan, meski terkadang kamu tidak sadar bahwa aku sedang mengkritisimu gadisku. Karena aku memang memilih jalan itu dalam menyampaikan. Yang terpenting adalah efek dari kritikan itu, bukan rasa shok yang justru menimbulkan rasa tersinggung.
Bentuk kritik terhadap sistem demokrasi dapat berupa gagasan sistem baru atau kembali ke sistem lama (kerajaan/monarki) dengan perbaikan, atau memodifikasi demokrasi menjadi bentuk yang lain. Bukan tanpa alasan, karena tidak semua kerajaan dengan monarki absolutnya buruk dalam kepemimpinan. Masih tergantung pada factor lain, yaitu siapa pribadi raja yang memakai mahkota. Banyak kerajaan yang memberi kemajuan, kemakmuran, dan disenangi oleh rakyatnya. Kita lihat saja nanti bagaimana sistem demokrasi ini berjalan. Sanggup berapa abad umurnya sebagai sebuah tatanan yang mapan. Jika umur tidak sampai, biar cucu-cucu kita yang membuktikan prediksi ngawur ini.
selamat malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar