Sabtu, 13 Desember 2014

Aku Lala Padamu,



Negeriku,
Tempat di mana kejujuran menjadi barang yang dipertanyakan
Orang jujur mendapat tepuk tangan
Mereka yang tukang tilep jadi pemandangan
Di negeriku keadilan hanya sampai di ranah perbincangan
Di negeriku kesejahteraan sudah jadi barang langka
Kalian mungkin akan menjadi orang tersesat untuk mencari alamat yang namanya sejahtera
Di negeriku makhluk yang bernama ramah diganti dengan marah
Di negeriku senyum makin lama makin aneh rasanya

Sepenggal kata-kata aneh di atas rasanya menjadi wakil dari keanehan yang dialami negeriku. Negeri yang dulu sangat terkenal dengan negeri bawah angin. Dengan nama Nusantara. Nusantara menghampar dari ujung Papua sampai Laos dan Pattani di Thailan. Seperti gadis yang baru mekar mekarnya. Nusantara mempesona dengan kemolekan tubuhnya. Organ-organ tubuhnya mulai membentuk karena hormonenya yang merangsang kemolekan. Bentuk tubuhnya yang bahenol telah membuat para jejaka atas angin kepincut. Mereka berlomba-lomba saling adu cepat, adu intrik, adu jurus untuk menaklukkan si gadis.
Nusantara dengan budaya ketimuran. Sebagai negeri dengan identitas lahiriah yang ramah, murah senyum, rak tegelan, pekewohan, dan tawaddu’an. Kita bukan Negeri yang saling mencurigai antar sesame. Kita bukan Negeri yang suka ngambil yang bukan hak kita. Kita bukan negeri yang serakang ingin menguasai yan bukan milik sendiri. Namun kini semua telah berubah. Atas nama kemajuan semua harus berubah. Bahkan yang sudah baikpun harus dirubah meskipun dengan yang lebih buruk. Berbagai problematika mengganyang negeriku, Negeri elok yang amat kucinta.
Hari ini 9 Desember yang ditetapkan sebagai Peringatan Hari Antikorupsi seDunia. Aku pun tidak ingin menjadi warga yang apatis. Kebetulan tahun ini peringatan Hari Antikorupsi diselenggarakan di Djogja. Karena tempat korupsi tidak hanya di Jakarta, maka perlu untuk memperluas ranah sosialisasi yang menyeluruh. Agar semua pihak mengerti dan yang paling penting adalah sadar akan hal-hal yang berpotensi menjadi ranah korupsi.
Negeriku telah layu, seperti gadis yang menua tidak pada saatnya. Ia menjadi lesu dalam kebisuannya. Tikus-tikus itu menggerogoti dagingnya. Yang berpengaruh pada psikis. Kini telah merubah karakter lahiriah yang diberikan oleh Tuhan yang mengistmewakannya. Ah, negeriku negeriku...! mengapa pula kau begitu ramah. Bersedia menampung mereka-mereka yang merusakmu. Memelihara mereka-mereka yang suka menyengsarakan orang lain. Kau teramat baik, tapi kini jadi kelewatan. Lebih baik aku memakimu, karena aku tahu kau hanya akan diam saja. Tidak, tak pantas aku menyalahkan aparat Negara semacam polisi, kejaksaan, dan lembaga hukum lainnya. Karena mereka tidak sepertimu Indonesiaku.
Dalam acara peringatan kali ini tema yang diusung dalam diskusi hari pertama “Saya, Perempuan Antikorupsi”. KPK kini melirik perempuan sebagai komunitas yang dianggap potensial untuk menangkal terjadinya korupsi di kalangan keuarga. Perempaun sebagai seorang ibu yang sudah begitu banyak aktifitas dan tanggung jawab. Kini ditambahi tanggungjawab sebagai pengawas serta pencegah terjadinya korupsi. Ibu adalah pendidik bagi anak-anaknya. Melindungi anak dari kebiasaan berbohong, mencontek saat di sekolah.
Namun keputusan KPK untuk mengajak perempuan menjadi partner bukan karena hal itu semata. Tetapi korupsi yan merupakan tindakan jahat telah distikmakan pada perbuatan yang dilakukan oleh seorang lelaki. Dan akhir-akhir ini korupsi telah menjangkiti perempuan. Beberapa perempuan telah menjadi tersangka kasus korupsi, semisal Angelina Sondakh, Ratu Atut, dan beberapa yang tidak terlalu popular namanya. Dan yang lebih sering adalah sebagai pemicu serta tempat pelemparan uang hasil korup.
Sungguh aku kesulitan untuk menjelaskan negeriku masa kini. Negeri yang kucintai kini telah banyak berubah. Dan itu terlampau rumit bagi sang pencinta untuk menguak penyakit yang diderita kekasihnya pada khalayak umum. Pahamilah aku sebagai sang pencinta. Cukup sekian, kalian pasti tahu apa maksud isi hatiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar