Rabu, 27 Mei 2015

Djogjamu tempoe kini?

.Mungkin kota ini merupa kota paling Romantis. Jika anda berkunjung ke sini akan dibuat kaget. Tidak akan sulit anda temukan para gadis dengan wajah rupawan yang menenteng buku-buku tebal, berkumpul mendiskusikan hal-hal haibat yang tidak semua orang memahaminya. Berjalan disudut-sudut kota, melewati trotoar yang sudah beralih fungsi jadi tempat dagang dan jalanan yang kian hari-kian padat, bagunan-bangunan bersejarah menyambut dengan para pelancong dengan lampu remang-remang. Bangunan gaya Indis dan peninggalan kerajaan tempoe doeloe memberi kemanjaan.

Saran saya, sempatkan untuk mengunjungi kedai-kedai kopi yang mempersempit persawahan, bersaing dengan bangunan-bangunan baru menjulang tinggi. Di kedai-kedai itu akan sangat mudah ditemukan sekumpulan mahasiswa-mahasiswi yang tidak mengenal gender, sebuah isu lama yang di negeri ini kita junjung lewat sosok Kartini, si Gadis Jelita asal Jepara. Mereka, para gadis mahasisiwi itu akan dengan asik memperbincangkan Karl Marx, Maciavelin, Zola, Jean-Paul Sartre, Nietzche, atau tiga serangkai guru-murid (Socrates-Plato-Aristoteles). Mereka yang jebolan kampus Islam akan asyik dengan Ibnu Khaldun, Al-hallaj, Ibnu Sina, Ibnu Arabi, Al-Farabi, Al-Ghazal, dan tentu saja sang sufi perempuan paling fenomenal di dunia Islam –Robiah Adawiyah.

Siapapun yang pernah berkunjung ke kota ini pasti akan merasakan tabiat yang sama. Ingin kembali lagi, Kapan ke Jogja Lagi- kaliman jualannya. Atau bahkan berharap mampu KPR di perumahan yang kian hari-kian merebut tempat tumbuhnya padi, makan apa anak-cucu kita nanti ya? Ya, Jogja memang tidak henti-hentinya menawarkan kemewahan eksotisnya. Bangunan-bangunan bersejarah memberi suasana asyik dibawah sinar lampu sepanjang jalan yang remang-remang.

Namun mungkin akan anda sesali, kota ini telah terjual oleh nama besarnya sendiri. Bangunan bersejarah yang dibangga-banggakan itu akan berganti dengan gedung-gedung megah pencakar langit macam hotel dan apartement. Saya membayangkan dalam sepuluh tahun kedepan dari sekarang, kota ini tak ubahnya Jakarta tempoe sekarang. Mungkin agak berlebihan, tapi itu bisikan pohon beringin kali Gajah Wong padaku kemarin malam pas kebetulan saya lewat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar