Indonesia, sebuah negara yang kita tak mampu mengucap
heroiknya. Pramoedya Ananta Toer menuliskannya dengan sangat menarik dalam Arus
Balik. Sebuah epos menjelang keruntuhan Majapahit yang sangat brilian. Menarik,
kata yang sebenarnya tidak cukup untuk mewakili karya fenomenal itu. Novel
sejarah dengan ketebalan hampir seribu halaman. Tapi adakah yang lebih
mempesona melebihi kata “menarik”?
Pram melukiskan betapa hebatnya kepulauan yang dulu
tersatukan dalam sebutan Nusantara. Nusantara dengan para penguasanya,
raja-raja yang membagi wilayah di bawah kekuasaan besar sang maha raja,
Majapahit. Perahu-perahu prajurit Majapahit pernah menjelajah sampai ke negeri
atas angin, ya eropa sekarang ini. Mereka pernah bertarung melawan pasukan
kerajaan Mongol di bawah pimpinan Jengis Khan. Ini cerita sesungguhnya, bukan
khayal-khayal penyejuk hati dari cocotnya para Motivator. Majapahit adalah nama
lain dari kemegahan, kesuksesan, kemakmuran, kejayaan serta kehormatan.
Mari kita merumuskan kembali kepingan-kepingan ingatan kita
yang berserakan tentang jati diri kita sebagai bangsa. Setelah Majapahit runtuh
oleh banyak sebab. Tidak mungkin bukan kerajaan sebesar dan kekuat itu runtuh
hanya karena satu hal belaka? meski hal itu amatlah menentukan. Pengkhianatan
para Bandar yang kebanyakan syah-syah dari Arab, intrik dalam istana akan
perebutan posisi, serta ketertinggalan ilmu pengetahuan terutama dalam strategi
perang dengan bangsa eropa yang semakin maju. Portugis dan Espanya sebenarnya
bukan faktor penentu keruntuhan kerajaan maha besar ini.
Setelah kerajaan yang menyatukan bangsa dari ujung Thailand
sampai pojok barat Papua Nugini ini runtuh. Kawasan terbagi ket tangan penguasa-penguasa
kecil yang lebih memilih bersahabat dengan para
penjajah eropa. Portugal, Espanya, Inggris, dan Prancis menancapkan
pengaruhnya. Belanda di Indonesia merebut dari tangan Portugal. Inggris di
Malaysia dan Singapura dan Portugal masih sangat kuat di Filiphina dan Tomor
Leste.
Ada yang menarik dalam kawasan yang pada akhirnya disebut Indonesia.
Tanah air ini diduduki kolonialis selama empat abad kiranya. Bertahan dalam
kurungan rumah sendiri, menjadi budah di tanah-air tinggalan nenek moyang sendiri
selama empat abad bukanlah hal yang mudah. Butuh ketahanan diri dan jiwa yang
tebal. Butuh jiwa-jiwa survive dalam segala penderitaan. Kebodohan memang
mengajarkan untuk tetap bersabar, meski diinjak-injak sekalipun. Empat abad
lamanya kita ditindas, namun kurun empat abad pula bangsa ini survive dan
akhirnya mampu membentuk sebuah kesatuan. Empat abad diobrak-abrik. Kita
membentuk kesatuan pada akhirnya. Kesatuan tekat adalah kesatuan pertama
sebelum muncul kesatuan-kesatuan lainnya, macam kesatuan tanah air, kebangsaan,
senasib, seperjuangan, dan kebahasaan.
Dengan itu kita melalui semangat yang dikobarkan para
jenderal dan pemimpin perlawanan mampu melawan para penenteng senjata laras
panjang yang kita tidak punya, apalagi tahu cara menggunakannya. Menurut cerita
sejarah, para pahlawan kita hanya memakai bambu runcing, ketapel, batu dan
busur panah untuk melawan senjata-senjata laras panjang yang mampu menjangkau
jarak ratusan meter itu. Pahlawan kita memang orang-orang nekat yang
benar-benar pahlawan. Tentu saja tidak seperti Rambo yang tidak masuk diakal
bocah-bocah sekalipun itu.
Dan kini, anda sekalian peerlu tahu. Bangsa yang bersatu
lewat jalan penderitaan dan perpecahan yang dibuat kaum kolonial ini kini pecah
belah hanya setelah kurang dari 50tahun kemerdekaan. Benar kata Musa dalam film
Exodus “kita memang bersatu dalam tujuan yang sama sekarang, tapi siapa yang
tahu setelah kita menetap nanti”. Banyak kepala yang memimpin negeri ini,
disertai kepentingan-kepentingan yang ada di dalamnya. Para penjajah tidak
mampu memecah belah negeri ini. Namun akhirnya anak-cucunya sendiri yang mengobrak-abrik
tatanan yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar