Banyak kejadian aneh yang sering kita
jumpai di perkotaan. Daerah-daerah urban yang penuh sesak dengan rumah-rumah
yang berjubal tak teratur. Menambah sesak pula bahwa semakin banyak yang
tinggal di sebuah tempat, maka semakin menghidupkan aktifitas perekonomian di
daerah tersebut. Demikian teori ekonomi
yang populer sejak saya lahir. Kota adalah karya seni sosial warganya. Jika
kota berjubal tak teratur maka begitulah kira-kira dapat kita lihat penjelmaan
pola pikir warganya. Kota yang teratur, rapi, bersih, tertata adalah cermin
dari warganya yang pola pikirnya tertata.
Jalanan sesak dengan kendaraan yang cerobong asapnya
mengeluarkan racun dan dihirup oleh manusia. Kota, agak membingungkan melihat
kota yang mempunyai dua sisi yang saling bertentangan. Kota adalah lumbung
kejahatan, kebisingan, ketidaknyamanan. Tapi kota pula yang jadi tujuan beribu
orang berbondong-bondong memadatinya dengan banyak alasan, mencari keramaian,
pekerjaan, menyambug hidup, dan seabrek tetek bengek kedunyan lainnya.
Manusia dicipta dengan perbedaan yang mendasar melampaui
makhluk yang mendekatinya. Manusia adalah penyempurnaan dari penciptaan hewan
oleh Tuhan. Jika hewan memiliki insting, nafsu, maka manusia dilengkapi dengan
akal. Yaitu pola pikir. Ada yang memberi penjelasan bahwa akal bukan hanya
terletak di kepala atau otak. Namun berupa satu paket dengan hati. Dengan
perbedaan yang ada manusia melampaui kehewanan. Hewan dengan insting dan nafsu
tidak sempat memiliki kemampuan untuk menimbang baik-buruk, untung-rugi.
Melakukan apa yang ia mau, suka, dan mampu sesuai dengan insting yang dimiliki.
Manusia yang dilengkapi dengan pola pikir dan hati untuk
merasa memiliki senjata yang lebih lengkap untuk mengarungi ekosistem
kehidupan. Kemudian muncul etika, moral, sopan-santun, estetika dan lain
sebagainya. Jika hewan hanya mementingkan urusan perut atau kadunyan. Manusia
tidak hanya itu, ia telah lebih dari hewan. Melebihi kepentingan kadunyan yang
tidak butuh panjang lebar.
Fenomena di perkotaan adalah fenomena degradasi pada diri
manusia. Manusia yang sudah kehilangan morak, etika, susial, estetika sebagai
produk dari akal budi yang diberikan kepadanya. Jika manusia kota sudah
membuang aksesoris tadi dengan menumpukinya masalah kadunyan. Maka hilanglah
kemanusiaan yang menjadi fitrah padanya. Kita bisa dengan mudah melihat apa
yang terjadi diperjalnan. Hewanisasi manusia telah merebah, terutama di kawasan
perkotaan yang padat dengan aktifitas ekonomi. Saling salip, saling tikung satu
sama lain. Saling menjatuhkan dan kalau bisa membuat yang lain tak mampu
berjalan apalagi berlari untuk mengejarnya. Jalan bersama saja kalau bisa
jangan sampai terjadi.
Jika demikian, Masih manusiakah kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar