Jumat, 05 Juni 2015

Manusiakah Kita?

Banyak kejadian aneh yang sering kita jumpai di perkotaan. Daerah-daerah urban yang penuh sesak dengan rumah-rumah yang berjubal tak teratur. Menambah sesak pula bahwa semakin banyak yang tinggal di sebuah tempat, maka semakin menghidupkan aktifitas perekonomian di daerah tersebut. Demikian teori ekonomi yang populer sejak saya lahir. Kota adalah karya seni sosial warganya. Jika kota berjubal tak teratur maka begitulah kira-kira dapat kita lihat penjelmaan pola pikir warganya. Kota yang teratur, rapi, bersih, tertata adalah cermin dari warganya yang pola pikirnya tertata.
   Jalanan sesak dengan kendaraan yang cerobong asapnya mengeluarkan racun dan dihirup oleh manusia. Kota, agak membingungkan melihat kota yang mempunyai dua sisi yang saling bertentangan. Kota adalah lumbung kejahatan, kebisingan, ketidaknyamanan. Tapi kota pula yang jadi tujuan beribu orang berbondong-bondong memadatinya dengan banyak alasan, mencari keramaian, pekerjaan, menyambug hidup, dan seabrek tetek bengek kedunyan lainnya.
Manusia dicipta dengan perbedaan yang mendasar melampaui makhluk yang mendekatinya. Manusia adalah penyempurnaan dari penciptaan hewan oleh Tuhan. Jika hewan memiliki insting, nafsu, maka manusia dilengkapi dengan akal. Yaitu pola pikir. Ada yang memberi penjelasan bahwa akal bukan hanya terletak di kepala atau otak. Namun berupa satu paket dengan hati. Dengan perbedaan yang ada manusia melampaui kehewanan. Hewan dengan insting dan nafsu tidak sempat memiliki kemampuan untuk menimbang baik-buruk, untung-rugi. Melakukan apa yang ia mau, suka, dan mampu sesuai dengan insting yang dimiliki.
   Manusia yang dilengkapi dengan pola pikir dan hati untuk merasa memiliki senjata yang lebih lengkap untuk mengarungi ekosistem kehidupan. Kemudian muncul etika, moral, sopan-santun, estetika dan lain sebagainya. Jika hewan hanya mementingkan urusan perut atau kadunyan. Manusia tidak hanya itu, ia telah lebih dari hewan. Melebihi kepentingan kadunyan yang tidak butuh panjang lebar.
   Fenomena di perkotaan adalah fenomena degradasi pada diri manusia. Manusia yang sudah kehilangan morak, etika, susial, estetika sebagai produk dari akal budi yang diberikan kepadanya. Jika manusia kota sudah membuang aksesoris tadi dengan menumpukinya masalah kadunyan. Maka hilanglah kemanusiaan yang menjadi fitrah padanya. Kita bisa dengan mudah melihat apa yang terjadi diperjalnan. Hewanisasi manusia telah merebah, terutama di kawasan perkotaan yang padat dengan aktifitas ekonomi. Saling salip, saling tikung satu sama lain. Saling menjatuhkan dan kalau bisa membuat yang lain tak mampu berjalan apalagi berlari untuk mengejarnya. Jalan bersama saja kalau bisa jangan sampai terjadi.

        Jika demikian, Masih manusiakah kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar