Minggu, 07 Desember 2014

Stikma Korban Tidak Menyenangkan




Cerita ini bermula ketika siang hari sehabis sholat Jum’at. Santai-santai setelah jum’atan memang memiliki keasikan yang berbeda. Temanku (Yohan) sedag nonton film Herkules di leptopnya. Aku ikut nimbrung sebagai teman sekamar. Nonton tambah asik dengan mulai turun hujan, ya ini akhir November. Sudah semestinya hujan turun setiap hari. Da memang setiap siang tiba hujan terus mengguyur kota ini. hujan pula yang membuat rencana ke perpustakaan untuk mencari data tambahan tugas akhirku gagal. Yohan pun terbawa aroma air yang mengantarkannya pada kenyenyakan sleeping beauty. Aku menyelesaikan film itu sendirian. Memang lumayan hoby nonton film. Meski belum bisa dikata sebagai penggemar film.
Film selesai, hujan masih terus berjatuhan mesti sebentar reda sebentar turun lagi. Nampaknya hujan pun butuh watu jeda untuk memberi irama keindahan. Aku sedidit gamang dengan hari-hariku terakhir ini. selain mengerjakan tugas akhir yang tak kunjung di acc tak ada yang kukerjakan. Mulai muncul kejenuhan. Aku tak suka nganggur. Bukan karena sering mengutip “ bergerak tanda hidup”. Tapi ada benarnya juga kata-kata filosof itu.
Dalam suasana yang sebetulnya sangat syahdu dengan hujan yang terus turun. Memberi angin yang semilir yang membangunkan hasrat untuk tetap menikmati hidup yang belum lagi jelas bagaimana nantinya. Ah, andai saja kau di sini Gadisku! Banyak yang ingin kuceritakan padamu. Yang aku ingin kau mendengarnya. Sebagai konsekuensi atas kerinduanku pada waktu yang tak kunjung menampakkan kuncupnya.
Clingak-clinguk mataku mengelilingi sudut kamar ukuran 3x3m ini. Mataku lumayan masih bagus meski divonis dokter akan kebutaan jika tak melakukan operasi bedah mata beberapa bulan lalu. Pandanganku terhenti di rak buku yang tak banyak isinya. Iya, ada buku yang baru kupinjam kemarin dari perpustakaan kambus. Belum kusentuh sama sekali. Buku tentang peristiwa ‘65. Segera kuraih buku itu. Sepertinya enak membaca sambil memandangi hujan yang sengaja dikirimkan Tuhan untuk menyembungikan airmata yang jatuh dari mata para perindu. Air mata, cocok pula dnegan judul buku yang kupegang kali ini “Menyeberangi Sungai Air Mata Kisah Tragis Tapol ’65.
Sejarah ’65 tak habis-habisnya diperbincangkan. Sudah terbit ratusan buku dalam bentuk sastra, karya ilmiah, hasil research yang membahas peristiwa pelik ini. ratusan artikel memenuhi majalah-majalah dan berbagai jurnal. Ribuan bait puisi para sastrawan, serta banyak adegan teater dan film yang mengkisahkan peristiwa ini. kisah ini memang memiliki banyak sisi yang kesemuanya penuh dengan inspirasi. Mohon maaf, bukan maksud menyinggung para korban dengan menempatkan peristiwa tragis sebagai sumber inspirasi. Tapi begitulah kenyataannya.
Apa yang dilakukan Antonius Sumarman bersama kawan-kawanya perlu diapresiasi. Mereka membentuk kelompok dengan kerja mencari informan yang dapat digali informasinya. Yang dituju adalah para korban ’65, yaitu para mantan Tapol. Karya akan menjadi saksi sebuah tragedi. Tapi apa daya jika sebuah karya dilarang rezim. selepas runtuhnya orde baru, seakan menjadi momentum bagi para akademisi yang terpasung. Mereka yang tidak adapat dengan leluasa mengeluarkan pikirannya dalam memandang G 30/S layaknya orang yang kena mules, ngampet kotoran dalam perutnya karena tidak ada saptitank.
Kini dengan mulai leluasanya medan membuat mereka benar-benar memanfaakan dengan rasa dendam yang membara, bukan dendam untuk membalas. Hanya rasa dendam untuk bicara. Bukankah bicara adalah hak individu yang paling dasar. Jika bicara saja tidak mendapatkan kemerdekaan, maka itu sama artinya dengan membunuh seorang pribadi. Ia seperti halnya mayat, mayat hidup. Bicara tentu mempunyai banyak media, tergantung pada siapa yang menjadi pelakunya. Penulis akan bicara dengan tulisannya. Sastrawan akan bicara melalui karya-karyanya. Penyair akan berkoar dengan puisi-puisi dramatiknya. Pemain teater akan berbicara dengan dengan teatrikal yang dimainkan. Pelukis menyampaikan ucapannya lewat lukisan yang ia buat. Dan penari akan melenggak-lenggokkan keindahan tubuhnya untuk menyampaiakan sesuatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar