Cerita ini bermula ketika siang hari
sehabis sholat Jum’at. Santai-santai setelah jum’atan memang memiliki keasikan
yang berbeda. Temanku (Yohan) sedag nonton film Herkules di leptopnya. Aku ikut
nimbrung sebagai teman sekamar. Nonton tambah asik dengan mulai turun hujan, ya
ini akhir November. Sudah semestinya hujan turun setiap hari. Da memang setiap
siang tiba hujan terus mengguyur kota ini. hujan pula yang membuat rencana ke
perpustakaan untuk mencari data tambahan tugas akhirku gagal. Yohan pun terbawa
aroma air yang mengantarkannya pada kenyenyakan sleeping beauty. Aku menyelesaikan film itu sendirian. Memang
lumayan hoby nonton film. Meski belum bisa dikata sebagai penggemar film.
Film selesai, hujan masih terus
berjatuhan mesti sebentar reda sebentar turun lagi. Nampaknya hujan pun butuh
watu jeda untuk memberi irama keindahan. Aku sedidit gamang dengan hari-hariku
terakhir ini. selain mengerjakan tugas akhir yang tak kunjung di acc tak ada
yang kukerjakan. Mulai muncul kejenuhan. Aku tak suka nganggur. Bukan karena
sering mengutip “ bergerak tanda hidup”. Tapi ada benarnya juga kata-kata
filosof itu.
Dalam suasana yang sebetulnya sangat
syahdu dengan hujan yang terus turun. Memberi angin yang semilir yang
membangunkan hasrat untuk tetap menikmati hidup yang belum lagi jelas bagaimana
nantinya. Ah, andai saja kau di sini Gadisku! Banyak yang ingin kuceritakan
padamu. Yang aku ingin kau mendengarnya. Sebagai konsekuensi atas kerinduanku
pada waktu yang tak kunjung menampakkan kuncupnya.
Clingak-clinguk mataku mengelilingi
sudut kamar ukuran 3x3m ini. Mataku lumayan masih bagus meski divonis dokter
akan kebutaan jika tak melakukan operasi bedah mata beberapa bulan lalu.
Pandanganku terhenti di rak buku yang tak banyak isinya. Iya, ada buku yang
baru kupinjam kemarin dari perpustakaan kambus. Belum kusentuh sama sekali.
Buku tentang peristiwa ‘65. Segera kuraih buku itu. Sepertinya enak membaca
sambil memandangi hujan yang sengaja dikirimkan Tuhan untuk menyembungikan
airmata yang jatuh dari mata para perindu. Air mata, cocok pula dnegan judul
buku yang kupegang kali ini “Menyeberangi Sungai Air Mata Kisah Tragis Tapol
’65.
Sejarah ’65 tak habis-habisnya
diperbincangkan. Sudah terbit ratusan buku dalam bentuk sastra, karya ilmiah, hasil research yang membahas
peristiwa pelik ini. ratusan artikel memenuhi majalah-majalah dan berbagai
jurnal. Ribuan bait puisi para sastrawan, serta banyak adegan teater dan film yang mengkisahkan
peristiwa ini. kisah ini memang memiliki banyak sisi yang kesemuanya penuh
dengan inspirasi. Mohon
maaf, bukan maksud menyinggung para korban dengan menempatkan peristiwa tragis
sebagai sumber inspirasi. Tapi begitulah kenyataannya.
Apa yang
dilakukan Antonius Sumarman bersama kawan-kawanya perlu diapresiasi. Mereka
membentuk kelompok dengan kerja mencari informan yang dapat digali
informasinya. Yang dituju adalah para korban ’65, yaitu para mantan Tapol.
Karya akan menjadi saksi sebuah tragedi. Tapi apa daya jika sebuah karya
dilarang rezim. selepas runtuhnya orde baru, seakan menjadi momentum bagi para
akademisi yang terpasung. Mereka yang tidak adapat dengan leluasa mengeluarkan
pikirannya dalam memandang G 30/S layaknya orang yang kena mules, ngampet
kotoran dalam perutnya karena tidak ada saptitank.
Kini dengan
mulai leluasanya medan membuat mereka benar-benar memanfaakan dengan rasa
dendam yang membara, bukan dendam untuk membalas. Hanya rasa dendam untuk
bicara. Bukankah bicara adalah hak individu yang paling dasar. Jika bicara saja
tidak mendapatkan kemerdekaan, maka itu sama artinya dengan membunuh seorang
pribadi. Ia seperti halnya mayat, mayat hidup. Bicara tentu mempunyai banyak media, tergantung
pada siapa yang menjadi pelakunya. Penulis akan bicara dengan tulisannya.
Sastrawan akan bicara melalui
karya-karyanya. Penyair
akan berkoar dengan puisi-puisi dramatiknya. Pemain teater akan berbicara
dengan dengan teatrikal
yang dimainkan. Pelukis menyampaikan ucapannya lewat lukisan yang ia buat. Dan
penari akan melenggak-lenggokkan keindahan tubuhnya untuk menyampaiakan
sesuatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar