Minggu, 07 Desember 2014

Edisi serba Romantis. #Minuman Paling Romanis: Teh atau Kopi?





Dalam kebusunganku melawan kejenuhan yang sesekali hinggap. Terpikir disela-sela menyaksikan Coffe Story. Salah satu acara di Kompas TV. Akhir-akhir ini aku memang lebih sering dan senang memandengi Kompas TV jika sedang tidak ada kegiatan. Alasannya hanya Kompas TV yang kuanggap punya acara berbobot dan bernilai edukasi. Acara TV sekarang memang tidak lebih dari setumpukan sampah yang disodorkan kapada pemirsanya yang masih terlalu naïf untuk dibilang berpendidikan. Sepanjang hari kita disuguhi pembodohan informasi. Berita-berita pun hanya berisi berita peristiwa yang parallel. Itu-itu saja. Berita peristiwa seperti muncul musiman. Jika sedang ada tabrakan beruntun maka puluhan kasus yang sama akan kita saksikan berminggu-minggu. Penipuan terjadi di satu daerah, itu akan menjadi pemandangan yang tak kunjung usai dengan tema yang sama berminggu-mingu pula.
Lihat saja fenomena terakhir tentang miras oplosan, jatuh korban puluhan orang yang pesta miras oplosan di Sumedang. Hari berikutnya ada berita yang sama terjadi di Jakarta dengan korban yang sampai ratusan orang. Peristiwa ini sepreti sengaja dibuat dengan menciptakan musimnya oplosan. Sesuai dengan lagu yang baru ngehits akhir-akhir ini. Dan yang terbaru adalah tertangkapnya pelaku penyiksaan PRT di Medan. Saya cerderung memiliki keyakinan kasus yang sama dengan lokasi yang berbeda akan ramai di televisi akan menyusul. Ini bukan tanpa alasan, lihat saja kasus korupsi kementerian, berapa menteri dan koleganya yang diberitakan secara beruntun. Kasus suap pun demikian. Pembunuhan berantai beberapa bulan yang lalu, pemerkosaan di angkot, penipuan berkedok agama, pemerasan di taksi. Yang terjadi, seperti jika ada yang melakukan suatu hal di tempat tertentu yang lain ingin menirukannya.
Jika demikian masihkah televise perlu disuguhkan sebagai hiburan pelepas lelah. Apalagi sebagai sumber informasi. Karena lebih banyak menyesatkan belaka. Berita politik terlebih tidak memberi pegetahuan yang benar untuk menjadikan pemirsanya melek politik. Lihat saja apa yang disiarkan di Metro TV dan TV One sebagai station TV yang banyak orang merujuk padanya tentang dinamika pilitik tanah air. Dengan kasus yang sama akan memiliki muka dan wajah yang sungguh lain. Yang satu menyembunyikan sesuatu yang mustinya diketahui umum. Yang satu secara berlebihan dalam menganalisis dan menyangkutkan sebuah kejadian dengan dimensi lainnya.
Kompas TV punya acara Coffe Story. Memang sudah sejak lama aku bercita-cita punya kebun kopi. Pantas saja itu memberiku sebuah tayangan yang kutunggu-tunggu. Lalu aku ingin bicara tentang minuman yang namanya kopi. Tapi ingin pula kusandingkan dengan segelas teh hangat yang juga melegenda.
Kopi dan Teh memiliki usia yang sama-sama tua dalam konstelasi sejarah minuman bagi penikmatnya. Both of them have the same character. Ya, keduanya sama-sama memikat para penikmatnya dengan cita rasa yang tidak akan pernah teruraikan oleh perkembangan zaman yang telah mengubah pola hidup serta pola piker manusia. tapi Kopi dan Teh tak pernah lekang oleh waktu. Seperti cintaku padanya, ha.
Kopi yang merupakan tanaman yang pertama kali ditemukan di Benua Afrika menjadi sebuah komoditi yang semakin memikat. Sejak pertama ditemukan dengan rasa yang tetap sama, pahit. Ia tidak kemudian dihindari. Benda hitam-pahit ini justru semacam sabu yang mampu membuat orang yang pernah mencobanya menjadi pecandu yang sulit meninggalkan.
Aku sering minum kopi, tapi belum bisa dikatakan sebagai penikmat kopi. Apalagi sampai menjadi penggemarnya. Seperti halnya merokok, akupun belum bisa membedakan mana yang kopi nikmat mana yang tidak. Hanya sekedar menempatkannya sebagai sebuah minuman yang asyik untuk menemani kumpul-kumpul bersama teman. Atau sebagai obat penunda ngantuk dikala ada kerjaan yang musti dilebur. Tapi kopi terlalu sering diidentikkan kebersamaannya dengan buku da bulpoin disamping cangkirnya. Selain ada sebatang rokok sebagai kawan lama. Kombinasi Kopi-Buku-Rokok telah menghasilkan banyak sastrawan, penyair, penulis, dan seniman. Pertemanan ketiganya pula yang telah melahirkan ideology-ideologi yang memuncak dengan terjadinya revolusi pengubah dunia.
Maka kini muncul pusat-pusat perkebunan kopi yang sungguh menawan. Di flores, Bali, Madiun, Jakarta, dan Jember. Bahkan di Jember didirikan Pusat Penelitian Kopi Dan Kakau terbesar di asia tenggara. Ini minuman bukan sekedar pengobat rasa haus. Berhektar-hektar kebun kopi dengan beraneka ragam jenis kopi hasil penelitian telah menghasilak ribuan ton tiap sekali panennya. Gila bukan?
Lalu bagaimana dengan Teh? Minuman yang sama tapi berbeda dengan usia yang sama tuanya. Kopi dihasilkan lewat pengolahan buahnya. Sedangkan Teh diproduksi dari daun mudanya. Tidak kalah dengan Kopi, Tehpun telah melegendaris sebagai komoditi yang mampu memikat penduduk dunia. jika kalian menyempatkan diri untuk traveling ke Temanggung dan wonosobo kalian akan menemui ratusan hektar kebun teh yang keindahannya jangan pernah hanya sekedar meminta penjelasan. Tapi kunjungi dan nikmati.
Teh biasanya menjadi suguhan resmi jika ada tamu. Secangkir teh manis buatan gadis desa. Ini tetap berlaku dibeberapa daerah. GunungKidul salah satunya. Siapapun ynag berkunjung ke daerah ini akan disuguhi teh tawar hanyat. Tradisi ini sudah sejak zaman kuno. Meskipun GunungKidul bukan daerah penghasil teh.
Tapi buatku, teh sangat cocok dijadikan teman untuk diminun di waktu senja di teras rumah. terlebih jika rumahnya di desa dengan ditemani istri melihat lalu-lintas petani pulang dari kebunnya. Sungguh itu hal perlu dipraktekkan. Teh juga tidak kalah menanariknya sebagai teman di kala membaca buku atau mengerjakan proyek tulisan.

2 komentar: