Dalam kebusunganku melawan kejenuhan
yang sesekali hinggap. Terpikir disela-sela menyaksikan Coffe Story. Salah satu
acara di Kompas TV. Akhir-akhir ini aku memang lebih sering dan senang memandengi
Kompas TV jika sedang tidak ada kegiatan. Alasannya hanya Kompas TV yang
kuanggap punya acara berbobot dan bernilai edukasi. Acara TV sekarang memang
tidak lebih dari setumpukan sampah yang disodorkan kapada pemirsanya yang masih
terlalu naïf untuk dibilang berpendidikan. Sepanjang hari kita disuguhi
pembodohan informasi. Berita-berita pun hanya berisi berita peristiwa yang
parallel. Itu-itu saja. Berita peristiwa seperti muncul musiman. Jika sedang
ada tabrakan beruntun maka puluhan kasus yang sama akan kita saksikan
berminggu-minggu. Penipuan terjadi di satu daerah, itu akan menjadi pemandangan
yang tak kunjung usai dengan tema yang sama berminggu-mingu pula.
Lihat saja fenomena terakhir tentang
miras oplosan, jatuh korban puluhan orang yang pesta miras oplosan di Sumedang.
Hari berikutnya ada berita yang sama terjadi di Jakarta dengan korban yang
sampai ratusan orang. Peristiwa ini sepreti sengaja dibuat dengan menciptakan
musimnya oplosan. Sesuai dengan lagu yang baru ngehits akhir-akhir ini. Dan
yang terbaru adalah tertangkapnya pelaku penyiksaan PRT di Medan. Saya
cerderung memiliki keyakinan kasus yang sama dengan lokasi yang berbeda akan
ramai di televisi akan menyusul. Ini bukan tanpa alasan, lihat saja kasus
korupsi kementerian, berapa menteri dan koleganya yang diberitakan secara
beruntun. Kasus suap pun demikian. Pembunuhan berantai beberapa bulan yang
lalu, pemerkosaan di angkot, penipuan berkedok agama, pemerasan di taksi. Yang
terjadi, seperti jika ada yang melakukan suatu hal di tempat tertentu yang lain
ingin menirukannya.
Jika demikian masihkah televise
perlu disuguhkan sebagai hiburan pelepas lelah. Apalagi sebagai sumber
informasi. Karena lebih banyak menyesatkan belaka. Berita politik terlebih
tidak memberi pegetahuan yang benar untuk menjadikan pemirsanya melek politik.
Lihat saja apa yang disiarkan di Metro TV dan TV One sebagai station TV yang
banyak orang merujuk padanya tentang dinamika pilitik tanah air. Dengan kasus
yang sama akan memiliki muka dan wajah yang sungguh lain. Yang satu
menyembunyikan sesuatu yang mustinya diketahui umum. Yang satu secara
berlebihan dalam menganalisis dan menyangkutkan sebuah kejadian dengan dimensi
lainnya.
Kompas TV punya acara Coffe Story.
Memang sudah sejak lama aku bercita-cita punya kebun kopi. Pantas saja itu
memberiku sebuah tayangan yang kutunggu-tunggu. Lalu aku ingin bicara tentang
minuman yang namanya kopi. Tapi ingin pula kusandingkan dengan segelas teh
hangat yang juga melegenda.
Kopi dan Teh memiliki usia yang
sama-sama tua dalam konstelasi sejarah minuman bagi penikmatnya. Both of them
have the same character. Ya, keduanya sama-sama memikat para penikmatnya dengan
cita rasa yang tidak akan pernah teruraikan oleh perkembangan zaman yang telah
mengubah pola hidup serta pola piker manusia. tapi Kopi dan Teh tak pernah
lekang oleh waktu. Seperti cintaku padanya, ha.
Kopi yang merupakan tanaman yang
pertama kali ditemukan di Benua Afrika menjadi sebuah komoditi yang semakin
memikat. Sejak pertama ditemukan dengan rasa yang tetap sama, pahit. Ia tidak
kemudian dihindari. Benda hitam-pahit ini justru semacam sabu yang mampu
membuat orang yang pernah mencobanya menjadi pecandu yang sulit meninggalkan.
Aku sering minum kopi, tapi belum
bisa dikatakan sebagai penikmat kopi. Apalagi sampai menjadi penggemarnya.
Seperti halnya merokok, akupun belum bisa membedakan mana yang kopi nikmat mana
yang tidak. Hanya sekedar menempatkannya sebagai sebuah minuman yang asyik
untuk menemani kumpul-kumpul bersama teman. Atau sebagai obat penunda ngantuk
dikala ada kerjaan yang musti dilebur. Tapi kopi terlalu sering diidentikkan
kebersamaannya dengan buku da bulpoin disamping cangkirnya. Selain ada sebatang
rokok sebagai kawan lama. Kombinasi Kopi-Buku-Rokok telah menghasilkan banyak
sastrawan, penyair, penulis, dan seniman. Pertemanan ketiganya pula yang telah
melahirkan ideology-ideologi yang memuncak dengan terjadinya revolusi pengubah
dunia.
Maka kini muncul pusat-pusat
perkebunan kopi yang sungguh menawan. Di flores, Bali, Madiun, Jakarta, dan
Jember. Bahkan di Jember didirikan Pusat Penelitian Kopi Dan Kakau terbesar di
asia tenggara. Ini minuman bukan sekedar pengobat rasa haus. Berhektar-hektar
kebun kopi dengan beraneka ragam jenis kopi hasil penelitian telah menghasilak
ribuan ton tiap sekali panennya. Gila bukan?
Lalu bagaimana dengan Teh? Minuman
yang sama tapi berbeda dengan usia yang sama tuanya. Kopi dihasilkan lewat
pengolahan buahnya. Sedangkan Teh diproduksi dari daun mudanya. Tidak kalah
dengan Kopi, Tehpun telah melegendaris sebagai komoditi yang mampu memikat
penduduk dunia. jika kalian menyempatkan diri untuk traveling ke Temanggung dan
wonosobo kalian akan menemui ratusan hektar kebun teh yang keindahannya jangan
pernah hanya sekedar meminta penjelasan. Tapi kunjungi dan nikmati.
Teh biasanya menjadi suguhan resmi
jika ada tamu. Secangkir teh manis buatan gadis desa. Ini tetap berlaku
dibeberapa daerah. GunungKidul salah satunya. Siapapun ynag berkunjung ke
daerah ini akan disuguhi teh tawar hanyat. Tradisi ini sudah sejak zaman kuno.
Meskipun GunungKidul bukan daerah penghasil teh.
Tapi buatku, teh sangat cocok
dijadikan teman untuk diminun di waktu senja di teras rumah. terlebih jika
rumahnya di desa dengan ditemani istri melihat lalu-lintas petani pulang dari
kebunnya. Sungguh itu hal perlu dipraktekkan. Teh juga tidak kalah menanariknya
sebagai teman di kala membaca buku atau mengerjakan proyek tulisan.
Judulnya sayang. Kurang huruf T
BalasHapusiya, terlanjur, baru sadar.
BalasHapus